Arsip Tag: BENING HATI (TAZKIYATUN NUFUS)

HUKUM PLAGIAT DAN BAHAYANYA DALAM PANDANGAN ISLAM

(*)AGAR ALLAH MENJADIKAN ILMU ANDA PENUH BERKAH(*)

Oleh: Muhammad wasitho Abu Fawaz

قال الإمام الألباني : قال العلماء : ( مِنْ بَرَكَةِ الْعِلْمِ عَزْوُ كُلِّ قَوْلٍ إِلَى قَائِلِهِ ) ، لأنّ في ذلك ترفّعاً عن التزوير الذي أشار إليه النبيّ صلّى الله عليه وسلّم في قوله : ” المتشبّع بما لم يعط كلابس ثوبَي زور ” متفق عليه .

Syaikh Al-Albani rahimahullah berkata: “Para ulama mengatakan, “Di antara keberkahan ilmu ialah menisbatkan setiap perkataan kepada orang yang mengatakannya,” karena yang demikian itu lebih selemat dari pemalsuan sebagaimana yang diisyaratkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam di dalam sabdanya:
الْمُتَشَبِّعُ بِمَا لَمْ يُعْطَ كَلاَبِسِ ثَوْبَىْ زُورٍ

“Orang yang (berpura-pura) berpenampilan dengan sesuatu yang tidak diberikan kepadanya bagaikan orang yang memakai dua pakaian palsu (kedustaan).”.  (HR. Bukhari V/2001 no.4921, dan Muslim III/1681
No.2129, 2130, dari Asma radhiyallahu anha).
Dan syaikh Al-Albani telah memberikan peringatan keras dari perbuatan menukil (atau menyadur) perkataan para ulama dengan tanpa menisbatkannya kepada mereka, seraya mengatakan, “Memang benar, perbuatan tersebut termasuk sariqoh (pencurian ilmu, pent), dan hukumnya tidak boleh menurut syariat, karena ia telah berpura-pura menampakkan sesuatu yang tidak ia punyai. Demikian juga, karena di dalamnya terkandung penipuan dan pembentukan kesan (opini di tengah masyarakat) bahwa perkataan atau tahqiq (penelitian) tersebut dari jerih payah dan ilmunya. (Dinukil dari link: www.ajurry.com danwww.kulalsalafiyeen.com)

Subhanallah, sungguh betapa mulia dan besar kehati-hatian para ulama
hadits dari kalangan Ahlus –Sunnah wal Jama’ah dalam menjaga amanah
ilmiyyah demi memperoleh keberkahan ilmu dari Allah. Akan tetapi hal ini belum diketahui atau bahkan belum diikuti oleh sebagian penuntut ilmu dan dan juru dakwah dalam menjalankan kewajiban dakwah dan tarbiyah umat baik secara lisan maupun tulisan. Sehingga acap kali kita dapatkan berbagai tulisan atau artikel atau faidah ilmiyah di media cetak maupun elektronik yang tidak jelas sumbernya, dan siapa yang mengatakannya, atau bahkan siapakah orang yang pertama kali menulisnya. Bahkan yang lebih parah dari itu, sebagian orang memberanikan diri menjiplak atau mencopy paste karya tulis orang lain, baik itu 100 % atau 75 % atau 50 % tanpa menyebutkan sumbernya atau penulisnya atau linknya,  lalu ia merubah judulnya, atau meberikan sedikit mukaddimah dan penutup, atau menggabungkan dua atau tiga artikel menjadi satu, lalu mengklaim bahwa itu adalah karya tulisnya (seperti by: Abu Fulan), lalu diposting ke berbagai media, baik internet (seperti website, blog, facebook, twitter, dll), BB Group, SMS, maupun majalah, buku, Koran dll. Hal ini dilakukannya karena berbagai tujuan yg hanya Allah yg mengetahui niat pelaku PLAGIAT tsb yg sebenarnya, kemudian pelaku itu sendiri. Namun, akan sangat tercela n berbahaya bagi pelakunya, n dapat mengurangi atau menghilangkan keberkahan ilmu jika tujuan dari PLAGIAT tsb agar terkesan atau dibilang oleh manusia bahwa dia seorang yang ilmunya luas, pemahamannya tajam, atau ia seorang yg produktif dalam membuat karya tulis, atau ingin mencari popularitas, atau tujuan2 lainnya yg bersifat duniawi. Wallahu a’lam bish-showab

Siapapun orangnya, bahkan sekalipun penunut ilmu pemula selagi punya
kemampuan mengolah kata-kata, dan mengerti cara mengetik di komputer n paham ttg fungsi BlackBerry akan mampu membuat karya tulis sebanyak-banyaknya. Tapi, ingat dan ketahuilah, bahwa hal tersebut sangat tercela dan dilarang keras dalam syariat Islam, serta dapat mengurangi atau menghilangkan berkahnya ilmu, karena beberapa alasan yang telah disebutkan oleh syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah di atas.

Menurut pandangan ulama hadits, orang yang biasa melakukan pencurianl ilmu, penipuan dan semisalnya, maka tidak pantas diambil haditsnya (atau ilmunya) karena pada saat itu haditsnya menjadi Dho’if (lemah) dan ditinggalkan.

Akhirnya, kita memohon kepada Allah, agar melindungi kita semua dari setiap perbuatan yang tercela dalam mencari maupun menyampaikan ilmu syar’i, dan semoga Allah melimpahkan kepada kita ilmu yang bermanfaat lagi penuh berkah. Amiin ya Robbal ‘Alamiin.

2 PERUSAK KEBAIKAN MANUSIA l Kebodohan dan Mengikuti hawa-nafsu dan syahwat

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: “Kebaikan manusia adalah dengan iman dan amal shalih, dan tidaklah mengeluarkan mereka
dari kebaikan, kecuali dua perkara:

PertamaKebodohan, sebagai lawan dari ilmu, sehingga orang-orangnya akan
menjadi sesat.

KeduaMengikuti hawa-nafsu dan syahwat, yang keduanya ada di dalam
jiwa manusia. Sehingga orang-orang akan mengikuti hawa-nafsu dan dimurkai
(oleh Allah)”. (Lihat Majmu’ Fatawa XV/242).

Demikian juga orang-orang yang beribadah kepada Allah dengan kebodohan, tanpa mengetahui ilmu (dalil syar’i)nya, maka sesungguhnya mereka lebih banyak merusak daripada memperbaiki. Sebagaimana dikatakan oleh sebagian ulama Salafush Shalih (seperti Umar bin Abdul Aziz rahimahullah, pent):

مَنْ عَبَدَ اللهَ بِجَهْلٍ , أَفْسَدَ أَكْثَرَ مِماَّ يُصْلِحُ

“Barangsiapa beribadah kepada Allah dengan kebodohan, dia telah membuat
kerusakan lebih banyak daripada membuat kebaikan.” (Lihat Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyah,  XXV/281).

Maka dari itu agar terbebas dari perusak-perusak kebaikan tersebut, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mewajibkan umatnya agar menuntut ilmu agama. Sebagaimana sabda beliau:

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ

“Menuntut ilmu (agama) merupakan kewajiban atas setiap muslim.” (HR. Ibnu Majah no.224. Dan dinyatakan SHOHIH oleh Syeikh Al-Albani di dalam Shahih Ibnu Majah).

Demikian faidah ilmiyah yang dapat kami sebutkan. Semoga bermanfaat.

(Artikel BlackBerry Group Majlis Hadits, chat room Bening Hati. PIN: 285734BB)

Disalin dari arikel Ustadz Muhammad Wasitho Abu Fawaz untuk blog Abu Abdurrohman